BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Haji adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat,shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ibadah tahunanyang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dankeilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapatempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulanDzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakansewaktu-waktu.Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umatIslam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasisetan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebuthari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaanibadah haji ini.Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi.Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan,maksud, dan menyengaja.
Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullahdan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentupula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selainKa'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yangdimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawalsampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialahthawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina.
dimana sekarang ini banyak sekali orang-orang yang ingin melaksakan ibadah haji dengan berbagai cara diantara nya adalah dengan melakukan pembayaran melalui bank syari’ah, ada jga yang melakukan pembayarannya secara kredit untuk bisa melakukan ibadah haji. dimana bank dan usaha perkreditan menawarkan model pembayaran haji secara kredit. Proses pelunasan umumnya berlangsung sampai jamaah haji tiba dari tanah suci, artinya haji dilangsungkan dengan cara berhutang.
Haji memang kewajiban manusia kepada Allah, dan tentu harus memperhatikan bagaimana dengan persyaratan bahwa yang wajib menjalankan haji itu harus “istito’ah” atau berkemampuan melakukannya. Istitho’ah dalam hal pembiayaan dimaksudkan sebagai kecukupan untuk membayar biaya perjalanan dan biaya untuk dirinya saat pergi ke tanah suci dan balik ke negeri asalnya. Selain itu istito’ah juga dimaksudkan sebagai kecukupan atas keperluan nafkah bagi keluarga atau orang di bawah tanggungan orang yang hendak berhaji.
Sekarang banyak sekali masyarakat yang melakukan ibadah dengan cara pinjam meminjam di bank konvesional dengan berbagai syarat tanpa memperhatikan hukum nya.
2. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memahami pengertian haji dan syarat melakukan ibadah haji yaitu dalam hal kesanggupan dalam melaksakan ibadah haji, dan pendapat tentang pelaksaan ibadah haji dengan melakukan praktek pinjam meminjam di bank-bank, serta mengehtahui dalil-dalil tetang kesanggupan melaksakan ibadah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Haji
Haji adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakankaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.
Secaralughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi.Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai artiqas hd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju keBaitullah dan tempat- tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.
2.1.2 Jenis jenis haji dan pengertian nya
1. Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bilasesorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji.Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebutberniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai,maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakanumrah.
2. Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santaidengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul.Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji,ditahun yang sama. Tamattu' dapat juga berarti melaksanakan ibadahdidalam bulan-bulan serta didalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulupulang ke negeri asal.
3. Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskanyangdimaksud disini adalah menyatukanataumenyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Hajiqiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani danmelaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipunmungkin akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakanhaji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.
2.1.3 SYARAT SYARAT HAJI
1. mampu
2. islam
3. berakal
4. baliq
5. merdeka
6.ada bekal
7. aman dalam perjalanan
Dengan memenuhi persyaratan diatas kita sebagai ummat muslim/muslimah sudah di wajibkan menunaikan ibadah haji, ibadah haji juga merupakan salah satu dari pada rukun islam,
dimana sekarang ini banyak sekali orang-orang yang ingin melaksakan ibadah haji dengan berbagai cara diantara nya adalah dengan melakukan pembayaran melalui bank syari’ah, ada jga yang melakukan pembayarannya secara kredit untuk bisa melakukan ibadah haji. dimana bank dan usaha perkreditan menawarkan model pembayaran haji secara kredit. Proses pelunasan umumnya berlangsung sampai jamaah haji tiba dari tanah suci, artinya haji dilangsungkan dengan cara berhutang.
Di Indonesia kelihatannya “haji kredit” ini belum dibincang meski banyak juga yang telah berhaji dengan model hutang ini. Namun, di Malaysia, haji kredit ini hampir menjadi tren. Seorang bahkan bisa saja memanfaatkan pinjaman yang disediakan oleh perbankan atau institusi lainnya untuk berhaji.
Haji memang kewajiban manusia kepada Allah, dan tentu harus memperhatikan bagaimana dengan persyaratan bahwa yang wajib menjalankan haji itu harus “istito’ah” atau berkemampuan melakukannya. Sebagai mana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali- imran ayat 97.
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup (istitho’ah) mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali- Imran : 97)
Istitho’ah dalam hal pembiayaan dimaksudkan sebagai kecukupan untuk membayar biaya perjalanan dan biaya untuk dirinya saat pergi ke tanah suci dan balik ke negeri asalnya. Selain itu istito’ah juga dimaksudkan sebagai kecukupan atas keperluan nafkah bagi keluarga atau orang di bawah tanggungan orang yang hendak berhaji.
2.2 Pendapat tentang naik secara kredit
Pada titik ini para tokoh dan pakar ekonomi Islam yang memperbolehkan haji kredit berpandangan bahwa pola pekerjaan dan pendapatan pada zaman dahulu berbeda dengan pola pekerjaan pada zaman sekarang dimana telah ada kontrak kerja dengan tempo dan penghasilan yang jelas. Sehingga kredit pun bukan sesuatu yang menghawatirkan dan merupakan bagian dari pola pekerjaan atau aktivitas ekonomi zaman ini.
Sepertinya, pendapat mengenai kebolehan “haji kredit” dengan berbagai alasannya tidak perlu diterima begitu saja. Kita perlu bimbang apakah keinginan untuk “memudahkan diri untuk menjalankan perintah Allah” bukan sekadar keinginan agar mudah melakukan kunjungan dan rekreasi keluarga ke tanah suci. Dari pihak bank atau instansi kredit, kita pun sulit membedakan antara keinginan untuk “memudahkan umat Islam menjalankan perintah Allah” dan keinginan mencari keuntungan dari usaha kredit.
Para ulama memang memperbolehkan membayar haji secara kredit tapi harus diselesaikan menjelang keberangkatan haji. Hal ini untuk mengantisipasi kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat orang melaksanakan haji. Adapun hukum haji yang dilaksanakan tetap syah namun tidak diwajibkan. Artinya yang dilakukan bukanlah haji yang diwajibkan Allah kepada hambanya, namum umrah biasa yang disunnahkan.
Awal Agustus 2008 kemarin media massa Malaysia ramai memberitakan perdebatan dua pejabatnya tentang kebolehan utang ke bank untuk menunaikan ibadah haji. Perdebatan dipicu pernyataan Wakil Menteri pada jabatan Perdana Menteri Malaysia Datuk Dr Mashitah Ibrahim saat meresmikan Kursus Intensif Bimbingan Haji bagi Musim Haji 1429H/2008M di Putrajaya.
Seperti diberitakan Berita Harian (5/08), Dr Mashitah mengharuskan umat Islam memohon pinjaman ke bank untuk membiayai ibadah haji dengan syarat mampu membayar kembali pinjaman dalam tempo yang telah ditetapkan. ''Kalau tidak pergi (haji) sekarang, kemungkinan bila sudah tua nanti tak dapat pergi karena kesehatan tidak mengizinkan,'' ujarnya .Namun, ''fatwa'' itu segera dibantah menteri pada jabatan Perdana Menteri Malaysia Dr Zaid Hamidi. ''Kalau ada kalangan ulama atau ahli politik menyatakan bank atau lembaga keuangan harus memberikan pinjaman, ini bertentangan dengan hukum Islam itu sendiri,'' tegas atasan Mashitah itu sambil mengutip fatwa Majlis Fatwa Kebangsaan Malaysia. Zaid menjelaskan, Islam hanya mewajibkan umatnya berhaji bila dia mampu secara finansial, kesehatan, dan tidak ada halangan apa pun.
Seseorang yang telah berhaji memiliki prestise tersendiri yang disimbolkan dengan penambahan gelar ''haji'' di depan namanya. Bahkan, sering gelar itu dibarengi dengan perubahan nama pemiliknya. Jika sebelum haji mereka menyandang nama bernuansa Jawa atau Madura, maka setelah haji merubah nama mereka menjadi kearab-araban. Ironisnya, justru efek samping itu menjadi daya tarik utama dalam menunaikan haji. Maka, meski secara doktrinal belum masuk dalam kategori wajib haji, sering masyarakat kita memaksakan diri mereka untuk menunaikan ibadah, yang sebenarnya, khusus orang mampu itu.
Apakah haji kredit juga termasuk bentuk pemaksaan berhaji ? Belakangan perdebatan boleh tidaknya haji kredit sudah memasuki ruang publik negeri ini. Realitas haji model ini sesungguhnya tidak sulit kita temui di masyarakat kita. Bahkan, boleh jadi, pada tahun-tahun mendatang haji kredit akan menjadi tren, mengingat belum pulihnya perekonomian masyarakat, semakin tingginya biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) dan panjangnya waiting list bakal calon jamaah ibadah haji (CJIH). Indikasi kenaikan BPIH juga sudah dilontarkan oleh Pemerintah melalui menteri agama RI yang baru ( Suryadharma Ali) dengan alasan perbaikan beberapa fasilitas layanan. Walaupun alasan klasik untuk peningkatan kualitas layanan yang selalu didengungkan oleh pemerintah ketika akan menaikkan biaya haji setiap tahunnya. Sementara waiting list CJIH sudah mencapai 4 tahun. Artinya, bila sekarang mendaftar sebagai CJIH, kita baru masuk waiting list CJIH untuk tahun 2013. Sistem pendaftaran haji yang sekarang diterapkan oleh pemerintah dalam beberapa tahun belakangan inilah yang menjadi penyebab terjadinya tingkat waiting list yang tinggi yang juga mendorong JCH untuk mencari jalan keluar melalui sistem kredit atau dana talangan haji di Bank-bank konvensional.
Kondisi-kondisi seperti inilah yang bisa memaksa CJIH untuk berpikir pragmatis, daripada harus menunggu 4-5 tahun untuk bisa berangkat haji, bukankah lebih baik utang dahulu biar bisa berangkat sekarang ? Di titik ini pihak-pihak terkait (Depag dan MUI) dituntut segera merespons beberapa kendala penyelenggaraan ibadah haji yang semakin menjauhkan ummat dari nilai-nilai Islam.
2.3 Dalil-dalil tidak boleh melaksanakan bagi bagi yang tidak mampu
Firman Allah swt :
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً
Artinya : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali-imran : 97)
Kemudian didalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abdullah bin Abi Aufa berkata,”Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang seorang yang belum menunaikan haji atau berutang untuk haji ? Beliau saw bersabda,’Tidak.”
Hukum berhaji dengan menggunakan uang pinjaman dari bank konvensional dimana praktek seperti ini lagi marak di tanah air, tidak diperbolehkan dengan melihat dalil-dalil berikut :
2.4 Dalil-dalil tetang larangan pijam meminjam
1. Larangan bagi setiap muslim untuk melakukan praktek pinjam meminjam dengan jalan riba sebagaimana kita sudah mafhum yang terjadi di bank-bank konvensional dikarenakan hal itu termasuk perbuatan yang diharamkan dan salah satu dari dosa besar.
Firman Allah swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al Baqarah : 278 – 279)
Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah saw melaknat para pemakan riba, orang yang memberikannya, orang yang menulisnya dan kedua orang yang menyaksikannya. Dan beliau saw bersabda,”Semuanya sama.”
Mereka semua berdosa dikarenakan perbuatan mereka termasuk kedalam saling tolong menolong didalam melakukan maksiat dan dosa.
2. Ibadah haji merupakan kewajiban mulia yang diperintahkan Allah swt kepada setiap hamba-Nya yang memiliki kesanggupan berangkat ke sana termasuk kesanggupan finansial. Dan tentunya suatu tujuan mulia harus pula ditempuh dengan cara-cara dan sarana-sarana yang mulia dan dibenarkan oleh syariat.
Karena itu diharuskan bagi setiap orang yang ingin berhaji agar mencari perbekalannya dengan cara-cara yang baik dan dihalalkan Allah swt, sebagaimana riwayat Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda,
”Wahai manusia sesungguhnya Allah itu baik. Tidaklah menerima kecuali yang baik.”
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Haji adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakankaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu
Haji di bagi menjadi tiga yaitu:
1. Haji ifrad
2. Haji tamatu’
3. Haji qiran
Seseorang sudah wajib melaksanakan ibadah haji apa bila syarat-syarat sudah terpenuhi,
Haji memang kewajiban manusia kepada Allah, dan tentu harus memperhatikan bagaimana dengan persyaratan bahwa yang wajib menjalankan haji itu harus “istito’ah” atau berkemampuan melakukannya. Istitho’ah dalam hal pembiayaan dimaksudkan sebagai kecukupan untuk membayar biaya perjalanan dan biaya untuk dirinya saat pergi ke tanah suci dan balik ke negeri asalnya. Selain itu istito’ah juga dimaksudkan sebagai kecukupan atas keperluan nafkah bagi keluarga atau orang di bawah tanggungan orang yang hendak berhaji. Dan ada juga yang melaksanakan ibadah haji dengan cara kredit melalui bank atau dengan praktek pinjam meminjam.
Jika kita melihat pada dalil yang telah ada maka tidak boleh melaksakan dengan cara membayar secara kredit di bank atau pinjam meminjam di bank karna itu semua merupakan hal yang dapat menghasilkan riba, riba merupakan dosa besar. Dan ada juga sebagian ulama berpendat bahwa boleh melakukan dengan syariat sudah habis membayarnya sebelum berangkat haji, dan juga untuk memudahkan untuk bias melakukan Haji.